.

GRABAG TV DALAM BUKU TELEVISI KOMUNITAS

Tiap televisi komunitas memiliki tekanan dan fokus siaran yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi komunitas masing-masing. Di Grabag TV hampir seratus persen program diproduksi sendiri, semuanya tentang sesuatu yang ada di Grabag, sesekali tentang daerah lain di sekitarnya. Dengan proses produksi seperti itu, warga Grabag secara luas diharapkan bisa terlibat ataupun tampil di Grabag TV.

Grabag TV mempunyai tiga tema utama: pertanian dan wirausaha, pendidikan, dan kesenian. Pemilihan tiga tema itu berdasarkan realitas sosial di Grabag di mana warganya sebagian besar hidup dari pertanian, sebagian lainnya dengan wirausaha. Tema pendidikan dan kesenian muncul lebih karena visi Grabag TV yang ingin mengusung kesenian-kesenian tradisional serta menjadi media pendidikan bagi warganya. Siaran tentang seni tradisi dan kesenian rakyat, selain menjadi hiburan bagi warga, juga menjadi media apresiasi terhadap seni tradisi lokal, sekaligus mendidik masyarakat untuk menjaga nilai-nilai dan tradisi lokal.

Pada televisi komunitas lain, sejumlah orang tampak berdebat bak politikus kawakan di layar televisi. Mereka adalah para calon Kepala Desa yang sedang berdebat, lokasinya bukan di studio ber-AC atau hotel berbintang yang didisain sebagai tempat debat calon Gubernur atau calon Presiden sebagaimana biasa kita lihat di layar televisi swasta, namun perdebatan mereka berlokasi di halaman balai desa, duduk melingkar di kursi plastik dengan dekorasi seadanya. Beberapa penonton di “studio alamiah” tersebut malah terlihat bekerudung sarung untuk mengusir hawa dingin. Sesekali debat yang seru itu diselingi nyanyian biduan lokal berupa lagu campursari, penyanyi pun berjoget bak bintang kontes dangdut. Meriah!

Acara debat calon Kepala Desa tersebut adalah bagian dari program Grabag TV dalam meliput proses pemilihan kepala desa Grabag pada tahun 2007. Grabag TV bahkan menyelenggarakan siaran langsung seharian penuh, dari pagi hari hingga malam hari, mulai dari pencoblosan hingga penghitungan suara. Jadi, waktu itu sebagian warga Grabag lebih memilih mengikuti proses penghitungan suara dari rumah masing-masing, melalui siaran Grabag TV. Begitu juga, waktu mau ‘nyoblos’, warga memantau melalui Grabag TV, apakah TPS masih ramai dan antri ataukah tidak. Sebelumnya, Grabag TV juga menyelenggarakan acara bertajuk “Gendu-Gendhu Roso”, bertujuan menggali aspirasi warga tentang sosok kepala desa yang mereka inginkan. Dengan peliputan proses pilkades ini, partisipasi warga Grabag meningkat tajam.

Selain tentang kegiatan komunitas, isi siaran televisi komunitas bisa berupa everyday life warga setempat, misalnya tentang pertanian, pasar, aktifitas di balai desa, sekolah, atau lainnya. Hal ini bisa diterapkan sebagai strategi memperluas keterlibatan warga. Misalnya, untuk melibatkan kelompok-kelompok RT, tiap RT diminta membuat program yang menjelaskan seluk beluk RT masing-masing. Untuk melibatkan guru-guru sekolah, televisi komunitas bisa menjadi media ajar bagi mereka.

Contoh nyata adalah program reportase tentang bertanam cabe yang diproduksi warga Grabag dari lahan miliknya sendiri. Berbekal camera handycam seharga 2 juta dibantu tripod seharga 100 ribu milik Grabag TV, warga Grabag tersebut berperan sebagai kameramen sekaligus reporter. Setelah memberikan narasi pembuka dengan teknik kamera close up kepada dirinya sebagai reporter, sejenak kemudian ia berhenti dan mendekat ke kamera, merubah shot kamera menjadi long shoot agar petani yang berdiri di sampingnya masuk dalam sorotan kamera. Kemudian sang reporter yang juga merangkap kameramen tersebut melanjutkan reportasenya dengan melakukan wawancara terhadap petani sebagai narasumber.

Sungguh menggelikan sekaligus menghibur karena disiarkan melalui televisi tanpa proses editing yang sempurna, penampilan reporter yang terpaksa bolak-balik ke kamera dan si petani yang sesekali terlihat melirik ke kamera menjadi warna tersendiri bagi program siaran ala televisi komunitas tersebut.

Dalam beberapa kesempatan, televisi komunitas bisa menyelenggarakan acara yang memang dirancang secara khusus untuk mendukung peran dan visinya di tengah-tengah komunitas. Misalnya, Grabag TV mempunyai misi menjadi agen pendidikan literasi media bagi masyarakat, maka Grabag TV menyelenggarakan talkshow tentang literasi media dengan menghadirkan pembicara yang kompeten. Dalam hal pendidikan jurnalistik, Grabag TV pernah mengadakan talkshow tentang jurnalisme warga.

Saat ini televisi komunitas menjadi televisi alternatif di mata masyarakat. Sebagai contoh, sore hari warga Grabag terbiasa menyaksikan Grabag TV, malam harinya mereka tetap menonton televisi nasional. Dengan menjaga semangat partisipasi, kebebasan, dan keadilan di tengah-tengah komunitas, bukan tidak mungkin suatu saat televisi komunitas akan menjadi televisi utama di mata warga, bukan sekadar televisi alternatif.
.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

ANDA2 MENGINSPIRASI MASYARAKAT INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN DAN MENERIMA INFORMASI SEKALIGUS SBG MEDIA PENYEIMBANG DALAM HAL PENYEBARAN INFORMASI LOKAL UNTUK MEMBENDUNG MEDIA NASIONAL YANG KONSUMTIF DAN CENDERUNG TIDAK MENDIDIK TERUSKAN UPAYANYA. DALAM WAKTU DEKAT SAYA SDG MENCOBA MENGGALI KEMAMPUAN UNTUK MEMBENTUK MEDIA TV KOMUNITAS.. TENTU KAMI INGIN BERGURU KE GRABAK TV

lala mengatakan...

semoga......tercapai apa yang diharapkan....saya juga turut bangga...sebagai org grabag..

Anonim mengatakan...

ide cemerlang
ini yang disebut local genius
menumbuhkan kearifan lokal akan menjadikan kekuatan luarbiasa dalam mengatasi pengaruh negatif globalisasi
andai bisa terlibat didalamnya....
semoga suatu saat aku bisa mengunjungimu grabag tv....

Anonim mengatakan...

Masse,tangerang.

barusan lihat di tv ada grabagtv..saya bangga sbg orang grabag walau dalam rantau...
saya punya saran mungkin klip atau video tentang kesenian atau objek wisata bisa di tampilkan di blog ini....

Posting Komentar